GO KWI-CU, seorang pangeran dari negeri Go hidup sejaman dengan Nabi Khongcu suatu ketika mendapat tugas sebagai duta ke negeri Cien, dan dalam perjalanannya melewati negeri Chi. Pangeran Negeri Chi menerima dan melayaninya dengan baik. Ketika itu Kwi-cu menyandang sebilah pedang, dan pangeran Negeri Chi nampak sangat menginginkan dan memilikinya, meskipun tidak mengatakannya.
Kwi-cu adalah seorang yang sangat peka perasaan dan yakin bahwa pangeran itu ingin memiliki pedangnya. Tetapi ia tidak dapat memberikan pedang itu kepadanya karena ia sangat memerlukan untuk perjalanannya ke negeri Cien. Ia menjanjikan kepada pangeran itu, bahwa pada saat ia pulang akan menghadiahkan pedang itu kepadanya.
Saat Kwi-cu usai menggenapkan missinya, ia pulang dan melewati pula negeri Chi, tetapi didapati pangeran itu telah mangkat. Kwi-cu lalu mengambil pedangnya dan memberikan kepada putera pangeran itu.Para pembantu yang mengikutinya dalam perjalanan mencegahnya dan berkata, ”Pedang ini adalah pusaka negeri Go kita, bagaimana Anda dapat memberikan kepadanya?”Kwi-cu menjawab, ”Ketika terakhir aku melewati tempat ini, Pangeran sangat memuji pedangku dan ingin memilikinya. Saat itu aku sangat memerlukan untuk perjalanan ke negeri Cien, maka aku tidak dapat memberikan kepadanya. Tetapi aku telah berjanji bahwa ia akan mendapatkan pedang ini dalam perjalanan pulangku. Aku harus memenuhi janjiku, biarpun ia sudah mangkat.”
Pembantu itu membantah, ”Tetapi ia sudah mangkat, mengapa Anda tetap akan memberikan kepadanya?”
“Aku tahu ia telah mangkat. Tetapi, kalau aku tidak memberikan kepadanya, aku berlaku tidak jujur, kepada diriku. Aku lebih memuliakan kehormatanku daripada pedangku.” Kwi-cu lalu menyerahkan pedang itu kepada putera pangeran itu, yang sebaliknya tidak mau menerima, dan berkata, ”Almarhum Ayahku tidak mengatakan sesuatu tentang pedang itu. Aku tidak berani menerima.”Kwi-cu lalu menggantung pedang itu pada pohon di samping makam pangeran dan melanjutkan perjalanan pulang. Rakyat negeri Chi sangat menaruh hormat kepada Kwi-cu, dan melantunkan nyanyian: “Pangeran Kwi-cu tidak melupakan kawan lama. Ia menggantung pedangnya pada pohon di samping makam pangeran.”
Pangeran Kwi-cu mempunyai pengetahuan yang luas tentang Lee/Kesusilaan, Nabi Khongcu sangat menaruh hormat kepadanya.
Sebagai seorang susilawan Pangeran Kwi-cu telah menunjukkan cinta kasihnya ketika mengetahui keinginan Pangeran Chi untuk memiliki pedangnya lantas berjanji untuk memberikan pedangnya. Ketika mengetahui Pangeran Chi telah meninggal dunia Pangeran Kwi-cu tidak mengurungkan niatnya untuk memberikan pedang itu, padahal mudah saja baginya untuk membatalkan niatnya. Demikianlah benih kebajikan Gi/Kebenaran, Keadilan, Kewajiban Pangeran Kwi-cu, sehingga sebagai seorang Pangeran yang berbudi luhur dapatlan dikatakan sebagai orang yang dapat dipercaya; sebagaimana dikatakan oleh Bing-cu sebagai berikut:
“Yang di dalam Watak Sejati seorang Susilawan/Kuncu ialah Cinta Kasih, Kebenaran, Kesusilaan, dan Kebijaksanaan. Inilah yang berakar di dalam hati, tumbuh dan meraga, membawa cahaya mulia pada wajah, memenuhi punggung sampai ke empat anggota badan. Keempat anggota badan dengan tanpa kata-kata daoat mengerti sendiri.” Bing-cu VIIA, 21-1
Dengan mengembangkan Cinta Kasih, menjunjung tinggi Kebenaran, berperilaku Susila serta bertindak Bijaksana maka terbentuklah manusia yang Dapat Dipercaya, dan hal tersebut perlu dilengkapi dengan Satya kepada Tuhan Yang Maha Esa agar senantiasa hidup selaras dengan yang di FirmankanNya.
Nabi Khong-cu.”Perkaataanmu hendaklah kau pegang dengan Satya dan Dapat Dipercaya; perbuatanmu hendaklah kau perhatikan sungguh-sungguh. Dengan demikian di daerah Ban dan Bekpun, tingkah lakumu dapat diterima. Kalau perkataanmu tidak kau pegang dengan Satya dan Dapat dipercaya, perbuatanmu tidak kau perhatikan sungguh-sungguh, sekalipun di kampung halaman sendiri mungkinkah dapat diterima ?” “Kalau engkau sedang berdiri, hendaklah hal ini kau bayangkan seolah-olah di mukamu, kalau sedang naik kereta bayangkan seolah-olah hal ini tampak di atas gandaran keretamu. Dengan demikian tingkah lakumu dapat diterima.” Lun Gi XV : 6;2.**