Selasa, 26 Mei 2009

AGAMA KHONGHUCU INDONESIA
oleh : Ws Dr Oesman Arif, MPd ( Liem Liang Gie )


Agama Khonghucu pertama kali diajarkan oleh Nabi Khongcu kepada rakyat Tiongkok pada abad VI sebelum Masehi, melalui sekolah yang didirikan oleh Nabi Khongcu sendiri. Setelah nabi Khongcu wafat (479 SM), di Tiongkok juga didirikan tempat ibadah agama Khonghucu yang disebut Wen Miao atau Kongzi Miao. Sesuai dengan ajaran agama Khonghucu yang tertulis dalam Kitab ajaran Besar (Da Xue) bab Utama, lembaga agama Khonghucu yang paling kecil adalah keluarga. Semua orang wajib membina keluarganya dengan baik sesuai ajaran agama Khonghucu. Lembaga agama Khonghucu yang lebih besar adalah negara, umat agama Khonghucu wajib menjadi warga negara yang baik, yang patuh kepada undang-undang serta memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Lembaga agama Khonghucu yang paling tinggi adalah dunia. Dalam Kitab Ajaran Besar tertulis: membina diri, membina rumah tangga, mengatur negara, dan menjaga perdamaian dunia.

Penyiaran agama Khonghucu melalui sekolah formal dan perguruan khusus untuk mendidik agama Khonghucu, semacam pesantren disebur Shuyuan. Kelenteng disebut Miao menjadi tempat ibadah agama Khonghucu dan juga menjadi lembaga pembinaan umat Khonghucu di luar sekolah. Pada zaman dahulu belum ada organisasi keagamaan Khonghucu secara khusus karena negara langsung membina umat agama Khonghucu. Kaisar Tiongkok juga menjadi pemimpin agama Khonghucu karena agama Khonghucu juga resmi menjadi agama negara.

Penyebaran agama Khonghucu ke Nusantara dilakukan oleh orang-orang Tionghua yang merantau. Mereka mengajarkan anak-anak mereka untuk melakukan ibadah dan mempelajar ajarani agama Khonghucu secara turun menurun. Apabila dalam suatu kota cukup banyak penduduk Tionghua yang berhasil usahanya mereka mendirikan kelenteng untuk tempat ibadah bersama. Ada juga orang Tionghua yang beragama Tao dan Buddha ikut bergabung mendirikan kelenteng. Kelenteng-kelenteng di Indonesia pada zaman dahulu pada umumnya didirikan oleh umat agama Khonghucu, umat agma Tao dan umat agama Buddha Tiongkok secara bersama, dan digunakan secara bersama. Pada zaman itu belum ada lembaga agama Khonghucu, atau lembaga agama Tao, dan agama Buddha Tiongkok seperti zaman sekarang.

Pada akhir abad XIX dan awal abad XX muncul usaha mendirikan lembaga agama Khonghucu secara formal dengan mendirikan sekolah formal di seluruh dunia, termasuk di wilayah Hindia Belanda. Usaha itu tidak sepenuhnya berhasil. Sekolah Tionghua Hwee Koan yang semula untuk mengajarkan ajaran agama Khonghucu berubah menjadi sekolah umum, bukan sekolah agama. Sekolah Tionghua Hwee Koan ini berhasil menarik anak-anak Tionghua di wilayah Hindia Belanda belajar bahasa dan kebudayaan Tionghua. Pemerintah kolonial Belanda khawatir adanya dampak yang merugikan stabilitas saerah jajahannya, lalu mendirikan sekolah Belanda untuk orang Tionghua disebur HCS dan sekolah untuk orang Indonesia dengan sebutan HIS. Sebelumnya, pemerintahan penjajah Belanda tidak pernah memikirkan pendidikan untuk rakyat Indonesia. Berdirinya Tionghua Hwee Koan di wilayah Hindia Belanda memkasa pemerintah penjajah Belanda membuka sekolah bagi penduduk Tionghua dan penduduk Indonesia.

Kegagalan sekolah Tionghua Hwee Koan menjadi sekolah khusus agama Khonghucu mendorong tokoh-tokoh agama Khonghucu di berbagai Kota mendirikan lembaga agama Khonghucu di kota masing-masing. Pada tahun 1923 pertama kali didirikan lembaga agama Khonghucu tingkat nasional disebut Khong Kauw Cong Hwee, pusatnya di Yogyakarta. Organisasi Khong Kauw Cong Hwee ini tidak lancar, artinya tidak membawa hasil yang nyata karena berbagai faktor. Pengaruh dari Perang Dunia I dan Perang Dunia II mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Kondisi politik dan ekonomi yang buruk pada masa-masa itu menyebabkan orang tidak tenang. Pada saat ini aktivitas agama Khonghucu hanya terbatas pada tempat-tempat ibadah dan sekolah khusus agama Khonghucu yang telah didirikan di beberapa kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar